Realita
kehidupan manusia terkadang jauh dari ekspektasi tujuan yang diinginkan.
Kesuksesan dalam hidup merupakan tujuan hampir semua orang yang ingin maju,
karena manusia itu punya dasar untuk bisa memuaskan dirinya. Hidup juga
terkadang di atas kadang juga di bawah, apabila di atas bisa semakin ke atas
laiknya akan menggapai awan, apabila di bawah bisa semakin ke bawah laiknya
jalan yang selalu dilindasi ban mobil. Ekspektasi kesuksesan besar yang sering
ditekankan ke anak oleh orang tua, begitu juga dengan reality story Ahmad dan Fiqur.
Ahmad,
realita dunia nyata yang tengah hidup memenuhi kebutuhan keluarga. Fiqur
merupakan anak tertua dari Ahmad, yang sedang menempuh pendidikan di jenjang
MTs, tepatnya di sebuah MTs Negeri di kabupaten dekat dengan Surabaya. Fiqur
yang cenderung pendiam dan tertutup, bersekolah di sebuah MTs Negeri dengan
kultur agama yang sangat kental. Padahal SD-nya ditempuh di SD Negeri yang
kultur agamanya kurang kental. Mulailah hidup Fiqur berubah menjadi kehidupan
bernuansa islami, tetapi dia tetap tidak bisa menghilangkan kesenangannya di
bidang eksakta, Matematika. Kehidupan matematika yang sungguh mengasyikkan bagi
Fiqur itulah, yang membuat dia menjadi tertutup dengan dunia luar.
Sebagai
orang tua dari Fiqur, Ahmad selalu menginginkan Fiqur untuk menjadi yang
terbaik di manapun. Padahal orang itu nggak
selamanya bisa di atas, kadang juga dia berada di bawah. Seperti kata pepatah,
orang itu tidak selamanya sukses, atau orang itu tidak selamanya dalam
kegagalan. Pernah suatu ketika Fiqur terlempar dari peringkat di kelas unggulan
–karena Fiqur waktu itu berada di kelas unggulan MTs selama 3 tahun, Ahmad
seperti menaruh harapan besar, sehingga Fiqur merasa salah besar, seperti hukum fisika yang dinyatakan dengan
sebanding atau berbanding lurus. Tetapi setelah keadaan yang merupakan
salah satu kegagalan terbesar Fiqur, si anak ini bangkit menjadi orang yang
fokus dalam pelajaran. Bukti konkrit Fiqur adalah dia berhasil menjadi
peringkat 1 dalam semua Try-Out yang diadakan sekolah dan pihak Dinas
Pendidikan Kabupaten. Bahkan pada Try-Out tingkat Kabupaten, Fiqur menjadi yang
terbaik se-Kabupaten. Sebuah bukti nyata yang diberikan Fiqur kepada Ahmad.
Tidak
etis rasanya kalau cuma membahas Fiqur, sekarang giliran membahas Ahmad. Ahmad
merupakan seorang buruh pabrik di sebuah anak perusahaan BUMN di kabupaten
tempat Ahmad dan Fiqur hidup. Sebagai buruh pabrik dengan penghasilan
pas-pasan, Ahmad harus menghidupi keluarga yang berjumlah 6 orang termasuk
Fiqur. Bisa dibayangkan bagaimana cara me-manage
keuangan keluarga tersebut. Padahal secara keadaan fisik –maaf, Ahmad tidak
memiliki fisik sesempurna orang lain. Sebelum lahirnya Fiqur, Ahmad mengalami
musibah sehingga dia harus mengalami cacat permanen pada kaki kirinya. Namun
dia tetap bersemangat untuk menghidupi keluarga. Bagaimanapun caranya, meskipun
dengan keadaan yang sesulit apapun, ayah, begitu Fiqur memanggil Ahmad, selalu
memberikan apa yang dia mampu lakukan. Walaupun dengan keadaan yang tidak
sempurna, ayah selalu mengusahakan semua kebutuhan keluarga.
Titik
temu antara Ahamad dan Fiqur terjadi dalam berbagai hal yang termasuk pada
kategori super krusial. Pada saat Fiqur mau lulus MTs, Ahmad menawari Fiqur
untuk melanjutkan ke SMA Negeri terbaik di kabupaten tersebut. Fiqur pun masih
mikir-mikir dengan perintah tersebut dikarenakan berbagai kondisi. Selain
karena keterbatasan dana, juga karena jarak rumah ke sekolah yang terlalu jauh.
Fiqur pun menawarkan untuk ngekos, namun Ahmad dan ibu tidak memperbolehkan
untuk ngekos.
Memasuki
masa pendaftaran siswa baru SMA tujuan Fiqur, Ahmad selalu mengurus Fiqur,
mulai dari berkas-berkas yang dibutuhkan sampai mengantar Fiqur ke tempat
pendaftaran. Semua hal tersebut dilakukan oleh Ahmad secara intens, walaupun secara
fisik Ahmad berbeda dengan yang lain, tetapi semangat Ahmad untuk mengurus
Fiqur sebagai anaknya sangat luar biasa. Sampai pada suatu saat, Ahmad
mengalami sakit lumpuh sejenak yang membuat satu keluarga sedih. Fiqur menjadi
sangat shock melihat keadaan ayahnya,
Ahmad. Bagaimana bisa dia menerima kenyataan bahwa ayahnya akan menjadi lumpuh,
padahal yang mengurus segala keperluan hidupnya adalah Ahmad. Namun, tiba-tiba
dengan izin Allah, Ahmad pulih seperti sediakala hanya dalam waktu 1 hari.
Allah telah melihat perjuangan Ahmad dan Fiqur dalam mengarungi tujuan mereka,
dan Allah sepertinya ingin mereka melanjutkan perjuangan itu.
Perjuangan
masuk SMA Negeri dilanjutkan, Fiqur mendaftar ditemani Ahmad untuk mengikuti
tes di SMA tersebut, kebetulan pada saat itu ada tes TOEFL. Fiqur tidak
mengerti sama sekali tentang TOEFL, dia tanya ayahnya juga tidak mengerti, maka
dengan modal semangat Fiqur mengerjakan soal tes tulis maupun tes TOEFL.
Beberapa hari kemudian pengumuman nilai pun dikeluarkan Dinas Pendidikan
setempat, dan Fiqur berada di peringkat yang meyakinkan.Fiqur pun diterima di
SMA Negeri favorit di daerahnya tersebut. Namun ada suatu hal yang membuat
Fiqur sedih, bagaimana dia bisa membayar semua administrasi di SMA tersebut,
padahal keluarganya merupakan keluarga dengan pendapatan pas-pasan. Tetapi
Ahmad selalu menenangkan Fiqur, Ahmad terus men-support Fiqur untuk tidak usah menngkhawatirkan masalah biaya.
Tanpa
sepengetahuan Fiqur, Ahmad berhutang dan menggadaikan BPKB sepeda motornya.
Namun lama-lama Fiqur juga tahu hal itu dan bertepatan juga Fiqur merupakan
salah satu nominasi masuk kelas Akselerasi (Percepatan Belajar). Perlu
diketahui SPP untuk kelas Akselerasi adalah dua kali lipat SPP kelas reguler.
Bisa dibayangkan bagaimana sulitnya mencari uang sebesar itu, padahal yang
untuk masuk saja dari hutang. Tetapi sekali lagi Ahmad tetap meyemangati Fiqur
untuk ikut program tersebut, namun sayangnya Fiqur tidak lolos pada tes tahap
dua. Akhirnya Fiqur masuk program reguler, meskipun Ahmad agak sedikit kecewa.
Selama 1 tahun belajar di SMA tersebut, Fiqur hidup terombang-ambing, karena
harus hidup di pergaulan kota yang lebih keras, bersaing dengan anak-anak yang
cerdas dan pintar. Pada akhir tahun pertama, Fiqur terlempar dari persaingan
kelas unggulan dan harus pindah ke kelas biasa. Namun Fiqur tetap bersemangat,
karena orang tuanya terus menyemangatinya.
Masuk
ke kelas XI, Fiqur mengubah dirinya menjadi orang yang terbuka. Fiqur mengikuti
berbagai organisasi SMA seperti OSIS dan Remas. Fiqur juga aktif dalam berbagai
acara dengan menjadi panitia. Kehidupan Fiqur yang selama ini Study Oriented
menjadi bergeser ke kehidupan yang lebih sosial. Fiqur lebih tertantang untuk
membagi waktu antara belajar dan berorganisasi. Pertama-tama mengahadapi
keadaan seperti ini Fiqur menjadi kewalahan, namun lama-lama menjadi biasa.
Tetapi ada suatu hal yang mengganjal menurut Fiqur, yaitu dia tidak
diperbolehkan ibunya untuk mengikuti organisasi. Ibunya ingin Fiqur belajar,
belajar, dan belajar. Sekali lagi Ahmad seperti mengerti apa yang ingin dicapai
Fiqur. Ahmad selalu menyemangati Fiqur dan menasehati ibu Fiqur agar Fiqur bisa
mengikuti organisasi.
Semua
keperluan yang diinginkan oleh Fiqur, entah yang berhubungan dengan belajar
atau organisasi, disanggupi oleh orang tuanya meski dengan kemampuan seadanya. Dan
di tahun ketiga Fiqur mendapatkan berbagai penghargaan yang berelasi dengan
belajar dan organisasinya. Sebuah pencapaian yang datang karena kasih sayang
ayah dan ibu yang besar. Ahmad yang selalu menyemangati apapun yang Fiqur
inginkan dan ibunya yang selalu mendo’akannya. Namun menjelang akhir tahun
ketiga, terjadi masalah lagi, di mana pada saat itu ada seleksi mahasiswa baru.
Ibunya menghendaki kuliah di dekat-dekat daerahnya saja, sedangkan Fiqur ingin
berkuliah di tempat yang jauh. Kebetulan pada saat itu juga Fiqur telah
mendapatkan free pass untuk masuk ke
perguruan tinggi negeri di dekat daerahnya. Namun untuk ke sekian kalinya Ahmad
datang sebagai pahlawan, dan dia menyetujui Fiqur untuk berkuliah di tempat
jauh dari daerahnya.
Akhirnya
Fiqur diterima di Universitas yang menggunakan nama bangsa sebagai
identitasnya. Sebuah pencapaian yang menurut Fiqur sebagai hadiah karena
memiliki orang tua seperti itu. Karena hidup bukanlah sendirian, karena manusia
hidup membutuhkan bimbingan, karena manusia hidup membutuhkan manusia lain.
Begitu juga seperti kisah Ahmad dan Fiqur.
Ayahku
adalah malaikat penyemangatku, sedangkan ibu adalah malaikat pelindungku.
Ayahku selalu memberikan semangat, meskipun dia sendiri banyak kekurangan. Dia
selalu mengusahakan apa yang aku butuhkan, walaupun itu sangat sulit didapat.
Semangatnya yang tidak pernah pudar membuatku ingin seperti dia kapanpun dan di
manapun. Aku tidak tahu apabila hidup tanpa ayahku, entah bagaimana aku
sekarang. Aku mungkin tidak bisa berkuliah dengan beasiswa penuh seperti
sekarang di salah satu Universitas terbaik di negara ini.
Ayah
menjadi orang yang selalu bersemangat untuk men-support aku dan adikku untuk bersekolah lebih tinggi dan lebih
tinggi lagi. Walaupun dia sendiri hanya bersekolah sampai SMP saja, sama
seperti ibuku. Dan waktu SMP juga ayahku sudah bekerja, bagaimana dia pada masa
remajanya sudah bekerja. Bagaimana semangatnya yang dari kecil tidak pernah
pudar sampai sekarang. Aku akan menjadi orang yang terbaik ayah, dan akan aku
lanjutkan nasehatmu untuk bersekolah lebih tinggi lagi di luar negeri.
-Hafif
Dafiqurrohman Mesin UI’11