Thursday, November 15, 2012

Terus Bermimpi dan Menginspirasi


Evaluasi dan introspeksi diri menuju fitrah manusia sesungguhnya adalah kepastian manusia untuk mempertanggungjawabkan usahanya selama ini. Kita sebagai manusia pasti mempunyai tujuan, entah tujuan yang berorientasi dunia, berorientasi akhirat, atau dua-duanya. Manusia memang benar-benar tidak bisa disamakan, mereka punya keyakinan masing-masing yang tidak bisa seenaknya diganggu gugat. Tetapi manusia pasti punya keinginan, mulai dari manusia waras sampai tidak waras, semua punya keinginan. Keinginan inilah yang membuat kita menatap hari-hari di depan dan masa lampau. Percuma kita melihat ke depan tanpa melihat masa lampau. Dan percuma juga terus menatap masa lampau tanpa melihat ke depan. Ibarat orang berjalan di jalan yang berbatu dengan banyak pohon, dia harus waspada terus menerus. Itulah hidup dan kehidupan.
Berbicara tentang keinginan, merupakan suatu yang menjadi tanggung jawab masing-masing individu untuk memenuhi. Keinginan akan berubah menjadi kebutuhan jika kita sangat menginginkannya. Misalkan kita ingin shalat tepat waktu, karena kerja keras dan kesungguhan kita akhirnya keinginan tersebut menjadi kebutuhan kita sehari-hari. Maka rubahlah keinginan tersebut dengan suatu connector bernama Mimpi. Sesuai lirik lagu Laskar Pelangi yang dibawakan oleh Nidji berikut ini,
Mimpi adalah kunci 
Untuk kita menaklukkan dunia
Berlarilah tanpa lelah
Sampai engkau meraihnya

Laskar pelangi takkan terikat waktu
Bebaskan mimpimu di angkasa
Warna bintang di jiwa
Menarilah dan terus tertawa
Walau dunia tak seindah surga
Bersyukurlah pada Yang Kuasa
Cinta kita di dunia selamanya
Cinta kepada hidup
Memberikan senyuman abadi
Walau hidup kadang tak adil
Tapi cinta lengkapi kita
Laskar pelangi takkan terikat waktu
Jangan berhenti mewarnai
Jutaan mimpi di bumi
Laskar pelangi takkan terikat waktu
Mimpi bukanlah suatu angan-angan yang gombalistik (entah benar apa tidak saya menyebutnya). Tetapi mimpi adalah keinginan yang harus diwujudkan menjadi kebutuhan. Bagaimanapun itu prosesnya, kita harus terus mencoba untuk mewujudkan. Ketika Indonesia sedang dijajah, pasti para pejuang kemerdekaan bermimpi untuk memerdekakan Indonesia secepatnya. Bagaimana kita melihat para pemuda dengan semangat membara ingin secepatnya memerdekakan Indonesia. Bahkan mimpi sekarang jadi taglinesebuah iklan yang kurang lebih seperti ini “Saatnya Pemimpi Menjadi Pemimpin”.
Berdasar dan berimbang itulah mimpi yang sebenarnya. Konteks mimpi tidak boleh sekedar dihayati dalam pikiran, tetapi harus dimaknai dalam usaha. Banyak sekali cerita-cerita sang pemimpi yang luar biasa hebat kalau diceritakan. Nabi Muhammad, Khulafaur Rasyidin, Imam Empat Madzab, bahkan para penguasa dunia sekarang ini dulunya adalah Pemimpi. Karena para pemimpi akan terus menginspirasi orang sekitarnya. Menginspirasi lingkungannya dengan hasil dari mimpi-mimpinya. Allah itu tidak akan pernah tidur, Allah itu Maha Segalanya, dan Allah itu Maha Kuasa. Kata Arai, “Bermimpilah, karena Tuhan akan memeluk mimpi-mimpimu itu.”

*Tulisan ini dimuat di buku Your Ways Your Action ISLC UI 2012

CAD/CAM with CNC Machining

CAD/CAM merupakan salah satu mata kuliah pilihan di Program Studi Teknik Mesin, peminatan Manufaktur. It's very interesting video.

Sunday, June 24, 2012

Media Sosial, Kontrol Karakterisasi Pemuda Menuju Indonesia Sempit Nan Luas

Menerawang kedigdayaan masa lampau terus tergerus dalam pena perputaran zaman yang terus bergerak menjauh. Pemuda dengan status sosial beragam, status agama berbeda, ataupun status-status lain yang beragam, memberikan suatu pandangan bahwa pemuda adalah penerus bangsa Indonesia. Sesuai dengan alasan pembentukan negara Indonesia yang senasib dan punya kepribadian luhur, pemuda berbondong-bondong mengejar kemerdekaan Indonesia walaupun pada awalnya bersifat kedaerahan, golongan, ras, maupun agama. Susah payah mencapai tujuan akhir sehingga didapatkan cita-cita awal bersama yang disebut sebagai Proklamasi. Suatu agenda awal yang besar menuju bangsa yang mandiri dan tidak dibelenggu oleh tangan penjajah.Kesuksesan meraih kemerdekaan adalah kenangan masa lampau. Sekelumit paragraf di atas adalah cerita awal memerdekakan Indonesia. Seperti kata Ir. Soekarno, “Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri.” Soekarno menganoligakan mengusir penjajah adalah suatu perjuangan yang bisa dilakukan dengan mudah karena penjajah adalah faktor eksternal, tetapi melawan bangsa sendiri itu sulit karena bangsa adalah faktor internal. Tantangan perubahan bangsa ini menuju bangsa lebih baik sering didengungkan oleh siapapun yang ingin seperti itu di negeri ini.Perubahan besar di era yang disebut dengan reformasi tentunya semakin memperluas peran segala bidang yang memengaruhi kehidupan manusia. Mulai dari kebutuhan pokok sampai dengan kebutuhan non-pokok. Salah satu kebutuhan non-pokok yang akhirnya menjadi kebutuhan pokok adalah peran dari media sosial dalam memengaruhi masyarakat. Jumlah media sosial yang meningkat dibandingkan tahun sebelum Reformasi karena adanya Undang-Undang tentang Kebebasan Pers membuat media sosial dengan sangat cepat merasuki jiwa masyarakat. Menurut data dari Badan Pusat Statistik tahun 2011, jumlah perusahaan media cetak sebanyak 1.008 perusahaan media cetak, jumlah stasiun TV mencapai sekitar 150 televisi, jumlah stasiun radio sekitar 2.000, jumlah perusahaan penerbitan pers yang masuk kategori sehat hanya sekitar 30 persen,  dan jumlah wartawan sekitar 30.000 jurnalis Indonesia.Jumlah media sosial yang diramalkan akan terus meningkat harus diimbangi oleh sosialisasi dan tindakan preventif. Suatu keadaan yang diakui oleh Ketua Komisi Penyiaran Indonesia, Sasa Djuarsa Sendjaja mengatakan, –tentunya merupakan efek negatif media sosial- liberalisasi ekonomi merubah struktur pasar media di Indonesia. Apalagi hambatan masuk ke pasar berkurang. Jumlah pemain media membesar. Persaingan ketat tersebut disikapi dengan merger dan akuisisi. Karena persaingan itu, tayangan cenderung ikut selera pasar yang diukur lewat rating.
Tindakan-tindakan liberal atau sering dikategorikan dalam segitiga sepilis (Sekuler, Pluralis, dan Liberalis) telah merasuki kehidupan media sosial Indonesia. Namun efek terbesarnya bukan masyarakat Indonesia secara umum, tetapi pemuda dan anak-anak kecil yang gampang dimasuki pengaruh-pengaruh media sosial. Realita lapangan menunjukkan tidak semua produk yang dihasilkan media sosial itu negatif, tetapi masih banyak produk yang bersifat kebalikannya. Padahal kontrol kehidupan pada zaman yang sudah mengglobal ini lebih banyak dikendalikan oleh media sosial. Banyak peran media sosial memengaruhi aktivitas pemuda, mulai dari aktivitas biasa seperti cara berpakaian, sampai aktivitas yang tidak biasa seperti gaya hidup gay.Meningkatnya jumlah media sosial yang tidak ditanggapi secara positif dan preventif yang mampu mem-filter esensi dari media sosial yang ada di sekitar. Ibaratnya media sosial itu merupakan wadah yang luas, namun membuat pikiran manusia itu menjadi sempit. Indonesia dengan bangsanya yang plural tentu sangat membutuhkan peran media sosial untuk menyebarkan kebaikan seutuhnya ke seluruh penjuru Indonesia. Bahkan pada zaman awal kemerdekaan pun media sosial menjadi perangkat penting penyebarab info kemerdekaan ke seluruh Indonesia dan dunia Internasional.Esensi media sosial di Indonesia menjadi sebuah paradigma yang sangat berpengaruh pada pembentukan karakter pemuda Indonesia. Secara kontekstual pemuda merupakan transformasi dari masa kecil. Masa kecil anak-anak Indonesia yang sudah dirasuki oleh media sosial merupakan bentuk yang sangat adaptif untuk membentuk karakter. Apabila skema adaptasinya negatif atau tidak sesuai dengan kepribadian bangsa, maka karakter yang terbentuk tidak sesuai dengan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia. Namun juga berlaku sebaliknya dan bahkan ini yang sering. Kontrol media sosial ini yang menjadi sarana pendukung bangsa namun sangat esensial dan penting di era globalisasi –yang sering diasumsikan sebagia era tanpa batas.Nilai-nilai luhur Pancasila adalah dasar penting dalam pembentukan karakter pemuda Indonesia. Pemuda sekarang bukan lagi menjadi penerus bangsa, tetapi menjadi seorang pengubah bangsa ini menuju bangsa yang mempunyai peradaban tinggi. Maka itu diperlukan pemuda-pemuda tangguh yang mempunyai determinasi dan semangat tinggi, bahkan lebih dari semangat pejuang kemerdekaan. Indonesia sebagai negara luas yang mempunyai sumber daya manusia –di sini yang paling utama adalah pemuda- melimpah. Bahkan secara keseluruhan jumlah penduduk Indonesia adalah peringkat empat di dunia. Membentuk karakter manusia Indonesia adalah suatu hal yang tidak mustahil dan sangat bisa direalisasikan.Kepribadian manusia adalah dasar pembentukan karakter manusia. Kepribadian bangsa Indonesia telah menjamin terbentuknya karakter-karakter berasaskan Pancasila. Media sosial yang ada adalah sarana penguatan asas-asas Pancasila dalam pembentukan karakter. Bukan menjadi penghilang asas-asas Pancasila sebagai dasar berbangsa dan bernegara. Pemuda adalah representasi aktif dalam proses pembentukan karakter. Bagaimana bisa negara itu berkembang di masa depan apabila agen masa depannya tidak punya karakter kuat? Ataupun tidak punya karakter yang sesuai dengan Pancasila? Merupakan kejadian bodoh di masa depan apabila pemuda-pemuda yang sekarang dan masa depan tidak berkarakter sesuai kepribadian bangsa.


Pidato Soekarno Yang Menggugah Nurani


"Mereka mengerti bahwa kita - atau mereka - djikalau ingin mendjadi satu bangsa jang besar, ingin mendjadi bangsa jang mempunjai kehendak untuk bekerdja, perlu pula mempunjai "imagination",: "imagination" hebat, Saudara-saudara!!!"

Inilah pidato Bung Karno di Semarang 29 Juli 1956 yang spektakuler itu.

Di pidato penting ini Bung Karno menekankan bagaimana cara, supaya Indonesia  menjadi bangsa yang berpikir besar, punya impian-impian dan fantasi besar, tidak kalah dari Amerika. Wajarlah bila Bung Karno begitu dikagumi oleh bangsa Indonesia bahkan seluruh dunia. 


"Saudara-saudara,
Djuga sadja pernah tjeritakan dinegara-negara Barat  itu hal artinja manusia, hal artinja massa, massa.

Bahwa dunia ini dihidupi oleh manusia. Bahwa manusia didunia ini, Saudara-saudara, "basically" - pada dasar dan hakekatnja - adalah sama; tidak beda satu sama lain. Dan oleh karena itu manusia inilah jang harus diperhatikan. Bahwa massa inilah achirnja penentu sedjarah, "The Makers of History". Bahwa massa inilah jang tak boleh diabaikan ~ dan bukan sadja massa jang hidup di Amerika, atau Canada, atau Italia, atau Djerman, atau Swiss, tetapi massa diseluruh dunia.

Sebagai tadi saja katakan: Bahwa "World Prosperity", "World Emancipation", "World Peace", jaitu kekajaan, kesedjahteraan haruslah kekajaan dunia : bahwa emansipasi adalah harus emansipasi dunia; bahwa persaudaraan haruslah persaudaraan dunia ; bahwa perdamaian haruslah perdamaian dunia ; bahwa damai adalah harus perdamaian dunia, berdasarkan atas kekuatan massa ini.

Itu saja gambarkan, saja gambarkan dengan seterang-terangnja. Saja datang di Amerika,- terutama sekali di Amerika  - Djerman dan lain-lain dengan membawa rombongan. Rombongan inipun selalu saja katakan : Lihat, lihat , lihat, lihat!! Aku jang diberi kewadjiban dan tugas untuk begini : Lihat, lihat, lihat!! - Aku membuat pidato-pidato, aku membuat press-interview, aku memberi penerangan-penerangan; aku jang berbuat, "Ini lho, ini lho Indonesia, ini lho Asia, ini lho Afrika!!"

Saudara-saudara dan rombongan : Buka mata, Buka mata! Buka otak! Buka telinga!
Perhatikan, perhatikan keadaan! Perhatikan keadaan dan sedapat mungkin tjarilah peladjaran dari pada hal hal ini semuanja, agar supaja saudara saudara dapat mempergunakan itu dalam pekerdjaan raksasa kita membangun Negara dan Tanah Air.

Apa jang mereka perhatikan, Saudara-saudara? Jang mereka harus perhatikan, bahwa di negara-negara itu - terutama sekali di Amerika Serikat - apa jang saja katakan tempoh hari disini " Hollandsdenken " tidak ada.

"Hollands denken" itu apa? Saja bertanja kepada seorang Amerika. Apa "Hollands denken" artinja, berpikir secara Belanda  itu apa? Djawabnja tepat Saudara-saudara "That is thinking penny-wise, proud, and foolish", katanja.

"Thinking penny-wise, proud and foolish". Amerika, orang Amerika berkata ini, "Thinking penny-wise" artinja Hitung……..satu sen……..satu sen……..lha ini nanti bisa djadi dua senapa `ndak?........ satu sen……..satu sen……… "Thinking penny-wise"………"Proud" : congkak, congkak, "Foolish" : bodoh.

Oleh karena akhirnja merugikan dia punja diri sendirilah, kita itu, Saudara-saudara, 350 tahun dicekoki dengan "Hollands denken" itu. Saudara-saudara, kita 350 tahun ikut-ikut, lantas mendjadi orang jang berpikir "penny-wise, proud and foolish".

Jang tidak mempunjai "imagination", tidak mempunjai konsepsi-konsepsi besar, tidak mempunjai keberanian - Padahal jang kita lihat di negara-negara lain itu, Saudara-saudara, bangsa bangsa jang mempunjai "imagination", mempunjai fantasi-fantasi besar: mempunjai keberanian ; 

mempunjai kesediaan menghadapi risiko ; mempunjai dinamika.



George Washington Monument misalnja,
tugu nasional Washington di Washington, Saudara-saudara : Masja Allah!!! Itu bukan bikinan tahun ini ; dibikin sudah abad jang lalu, Saudara-saudara. Tingginja! Besarnja! Saja kagum arsiteknja jang mempunjai "imagination" itu, Saudara-saudara.

Bangsa jang tidak mempunjai : imagination" tidak bisa membikin Washington Monument. Bangsa jang tidak mempunjai "imagination"………ja, bikin tugu, ja "rongdepo", Saudara-saudara. Tugu "rong depo" katanja sudah tinggi, sudah hebat.

"Pennj-wise" tidak ada, Saudara-saudara. Mereka mengerti bahwa kita - atau mereka - djikalau ingin mendjadi satu bangsa jang besar, ingin mendjadi bangsa jang mempunjai kehendak untuk bekerdja, perlu pula mempunjai "imagination",: "imagination" hebat, Saudara-saudara.

Perlu djembatan? Ja, bikin djembatan……tetapi djangan djembatan jang selalu tiap tiap sepuluh meter dengan tjagak, Saudara-saudara, Ja , umpamanja kita di sungai Musi…….Tiga hari jang lalu saja ini ditempatnja itu lho Gubernur Sumatera Selatan - Pak Winarno di Palembang - Pak Winarno, hampir hampir saja kata dengan sombong, menundjukkan kepada saja "ini lho Pak! Djembatan ini sedang dibikin, djembatan jang melintasi Sungai Musi" - Saja diam sadja -"Sungai Ogan" - Saja diam sadja, sebab saja hitung-hitung tjagaknja itu. Lha wong bikin djembatan di Sungai Ogan sadja kok tjagak-tjagakan !!

Kalau bangsa dengan "imagination" zonder tjagak, Saudara-saudara !!


Tapi sini beton, tapi situ beton !! Satu djembatan, asal kapal besar bisa berlalu dibawah djembatan itu !! Dan saja melihat di San Fransisco misalnja, djembatan jang demikian itu ; djembatan jang pandjangnja empat kilometer, Saudara-saudara ; jang hanja beberapa tjagak sadja.

Satu djembatan jang tinggi dari permukaan air hingga limapuluhmeter; jang kapal jang terbesar bisa berlajar dibawah djembatan itu. Saja melihat di Annapolis, Saudara-saudara, satu djembatan jang lima kilometer lebih pandjangnja, "imagination", "imagination" "imagination"!!! Tjiptaan besar!!!




Kita jang dahulu bisa mentjiptakan tjandi-tjandi besar seperti Borobudur, dan Prambanan, terbuat dari batu jang sampai sekarang belum hancur ; kita telah mendjadi satu bangsa jang kecil djiwanja, Saudara-saudara!! Satu bangsa jang sedang ditjandra-tjengkalakan didalam tjandra-tjengkala djatuhnja Madjapahit, sirna ilang kertaning bumi!! Kertaning bumi hilang, sudah sirna sama sekali. Mendjadi satu bangsa jang kecil, satu bangsa tugu "rong depa".


Saja tidak berkata berkata bahwa Grand Canyon tidak tjantik. Tapi saja berkata : Tiga danau di Flores  lebih tjantik daripada Grand Canyon. Kita ini, Saudara-saudara, bahan tjukup : bahan ketjantikan, bahan kekajaan. Bahan kekajaan sebagai tadi saja katakan : "We have only scratched the surface " - Kita baru `nggaruk diatasnja sadja.

Kekajaan alamnja, Masja Allah  subhanallahu wa ta'ala, kekajaan alam. Saja ditanja : Ada besi ditanah-air Tuan? - Ada, sudah ketemu :belum digali. Ja, benar! Arang-batu ada, Nikel ada, Mangan ada, Uranium ada. Percajalah perkataan Pak Presiden. Kita mempunjai Uranium pula.

Kita kaja, kaja, kaja-raja, Saudara-saudara : Berdasarkan atas "imagination", djiwa besar, lepaskan kita ini dari hal itu, Saudara-saudara.

Gali ! Bekerdja! Gali! Bekerdja! Dan kita adalah satu tanah air jang paling cantik di dunia.




Sumber: http://indonesiaindonesia.com/f/58119-pidato-soekarno-menggugah-nurani/ tanggal 24 Juni 2012

Tuesday, June 19, 2012

Karakter Kebangsaan Pudar Apa Luntur?


Pembangunan karakter bangsa Indonesia sebagai salah satu pilar kebangsaan Indonesia semarak disuarakan oleh para pemimpin bangsa Indonesia. Berbagai “calon” upaya direncanakan oleh para pihak yang katanya berwenang, namun sampai saat ini, belum satupun salah satu “calon” upaya mencapai titik terang parameter keberhasilan. Tetapi apa saja parameter keberhasilan pembangunan karakter bangsa? Mungkinkah akan merata sehingga bukan upaya normatif dan formatif yang dicanangkan para pemimpin negeri ini?
Peningkatan mutu pendidikan yang berbasis pada karakter kebangsaan menjadi fokus para pemangku wewenang pendidikan negeri berjuta sumber daya ini. Menjadikan Indonesia yang kembali ke kepribadiannya sendiri ternyata menjadi visi bersama. Tetapi mengapa harus kita mengembalikan karakter kita yang telah lama hilang? Menilik lebih jauh ke masa lampau, berbagai efek westernisasi kehidupan bangsa telah menjadi sebuah sumber efektivitas penghancuran kepribadian bangsa. Manusia-manusia negeri ini telah menghilangkan jati diri mereka dengan meng”akulturasi”kan kehidupan mereka dengan kehidupan modern –setelah revolusi industri Inggris.
Ekspansi besar-besaran dari sistem barat mulai sedikit demi sedikit masuk ke Indonesia sejak masa penjajahan, bahkan sebelum penjajahan Belanda. Setelah masa kemerdekaan, pada zaman Ir. Soekarno berkuasa, Indonesia masih sedikit mempertahankan kepribadian bangsa sendiri -mungkin, tetapi setelah itu apakah kepribadian bangsa masih ada? Yang ada cuma keping-kepingan tulisan kepribadian bangsa dan definisinya di berbagai buku teks kewarganegaraan, dan itu semua cuma sebagai bacaan, bukan suatu tindakan yang harus dipertahankan dan diperjuangkan. Hanya manusia Indonesia yang akan menjawab semua tantangan global atau masih primordial. Semoga Indonesia kembali ke fitrahnya.

Tuesday, May 29, 2012

Dependensi versus Independensi Manusia

    Mendengarkan omongan Bang Arief Munandar saat sesi Soft Side Leadership Development UISDP tanggal 13 Mei 2012, saya teringat dengan kata-kata manusia sebagai makhluk sosial. Sebuah sisi Sosialisme secara gamblang dan diantonimkan dengan sisi Individualisme secara luas.
Makhluk sosial merupakan zoon politicon, yang berarti manusia dikodratkan untuk hidup bermasyarakat dan berinteraksi satu sama lain. -Aristoteles
    Manusia tidak bisa jauh dari realita kehidupan sosial, bahkan konsep manusia sebagai makhluk sosial telah didoktrinkan saat masih tahap pendidikan dasar. Kita mungkin masih ingat bagaimana di pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (pada zaman dahulu namanya PMP dan PPKn), ataupun di pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial. Secara harfiah kata-kata manusia sebagai makhluk sosial adalah mutlak benar, namun seiring perkembangan zaman paradigma manusia sebagai makhluk sosial sering disalahgunakan. Banyak manusia yang menggantungkan dirinya terhadap orang lain. Dan kebanyakan hal ini disebabkan oleh ketidakmampuan individu dalam mengerjakan sesuatu sehingga menggantungkannya ke orang-orang yang dia anggap mampu.
     Realita yang tengah berkembang di masyarakat dunia, khususnya Indonesia, menyebabkan kebergantungan semakin merajalela. Kebergantungan apabila dihubungkan dengan kehidupan nyata tentu punya berbagai contoh yang menggelikan. Seperti yang terjadi pada kehidupan sosial masyarakat Indonesia, bagaimana orang yang terlanjur miskin "menggantungkan" hidupnya kepada orang lain yang lebih tidak miskin darinya alias meminta-minta. Ini adalah realita umum masyarakat kita, bagaimana kita hanya membiarkan mereka dan hanya bertindak persuasif atau memberi, tanpa melakukan tindakan yang preventif dan solving problem. Padahal jumlah penduduk miskin masih mencapai angka 29,89 juta jiwa atau sekitar 12,36 % (BPS, September 2011). 
      Spesifikasi keadaan inilah yang memicu tingkat dependensi masyarakat yang memunculkan stigma si kaya dan si miskin. Masyarakat Indonesia yang pluralis dan cenderung sentralis, yaitu di satu sisi mengumpul di pulau terpadat di Indonesia, Jawa, sampai-sampai seluruh kekuatan IPOLEKSOSBUDHANKAM (Ideologi, Politik, Ekonomi, Sosial, Budaya, Pertahanan, dan Keamanan) terpusat di pulau Jawa. Keadaan ini juga memengaruhi dependensi masyarakat luar Jawa terhadap pemerintah pusat. Bahkan hal ini juga memicu dependensi masyarakat pulau Jawa sendiri. Semakin lama, apabila terus dibiarkan, dependensi seperti ini akan sangat menghambat tingkat pembangunan masyarakat. Memang kenyataannya, pertumbuhan ekonomi Indonesia meningkat, bahkan diprediksi negara kita akan masuk pada komunitas G-8. Tetapi pertanyaannya sekarang, apakah kita bangga apabila kita menjadi negara maju, namun rakyat kita masih di bawah bayang-bayang dependensi, bukan independensi?
         Perlu digarisbawahi bahwa independensi bukan merupakan antek-antek individualisme, namun independensi adalah kemampuan menyelesaikan masalah oleh diri sendiri, sampai titik balik penyelesaian masalah tersebut. Apabila menilik lebih lanjut, sesungguhnya kesadaran individu harus benar-benar ditekankan dengan konsisten dan berkesinambungan. Bangsa ini harus proaktif untuk mengubah perspektif negara Indonesia menuju bangsa yang sadar akan dirinya. Indonesia suatu saat bisa menjadi negara maju, tetapi apa pentingnya kemajuan negara tanpa kemajuan pola pikir bangsanya. Kemajuan negara adalah kemajuan segala aspek kebangsaannya. Buktikan bangsa ini bisa, dengan prinsip komitmen, kontributif, dan konsisten.


Hafif Dafiqurrohman
Mesin UI  2011
UISDP 2012

Saturday, May 26, 2012

e-National Character Community (e-NCC)

Indonesia, negara subur makmur, digdaya akan keluasan tanah leluhurnya, kaya akan manusianya yang mencapai peringkat 4 dunia. Potensi sumber daya Indonesia yang sangat luas ternyata membuat negara ini terkena virus paradigma yang “meyesatkan”. Norman K. Denzin membagi paradigma kepada tiga elemen yang meliputi; epistemologi, ontologi, dan metodologi. Epistemologi mempertanyakan tentang bagimana cara kita mengetahui sesuatu, dan apa hubungan antara peneliti denganpengetahuan. Ontologi berkaitan dengan pertanyaan dasar tentang hakikat realitas. Metodologi memfocuskan pada bagaimana cara kita memperoleh pengetahuan. Sedangkan paradigma yang berkembang dalam masyarakat berarti pandangan masyarakat secara umum dan mendasar yang menyeluruh.
Paradigma yang berkembang dalam masyarakat akibat dari proses panjang sejarah setelah kemerdekaan menjadikan jati diri bangsa Indonesia lama-lama semakin memudar. Paradigma sangat berhubungan dengan erat dengan kepribadian dan karakter. Kepribadian adalah respon kita atau biasa disebut etika yang kita tunjukkan ketika berada di tengah-tengah orang banyak, seperti cara berpakaian, berjabat tangan, dan berjalan. Sedangkan Karakter adalah respon kita ketika sedang 'di atas' atau ditinggikan. Apakah kita putus asa, sombong, atau lupa diri. Bentuk respon itulah kita sebut karakter. Namun kepribadian dan karakter berbeda satu sama lain, karena basis dari karakter adalah kepribadian.
Berbagai upaya dilakukan pemerintah maupun NGO (Non-Govermental Organization), memberikan pendidikan karakter dan kepribadian. Namun kebanyakan pendidikan karakter yang disuarakan oleh berbagai instansi terkadang hanya “kulit”nya, atau hanya sekedar menjangkau sebagian orang. Selain itu banyaknya penduduk Indonesia membuat pendidikan karakter yang dicanangkan pemerintah kurang begitu tepat objek maupun subjek. Padahal pendidikan karakter dan kepribadian adalah salah satu cara untuk mengubah bangsa ini untuk kembali ke basisnya.
Kemajuan sistem teknologi informasi internet seharusnya dimanfaatkan sebagai bentuk sistem pendidikan karakter untuk bangsa ini. Bangsa Indonesia satu dekade ini menjadi bangsa yang sangat aktif dalam jejaring sosial. Menduduki peringkat ketiga sebagai negara pengguna jejaring sosial Facebook maupun Twitter. Sebagai negara yang sering menggunakan jejaring sosial, maka kesempatan untuk memeratakan pendidikan karakter dan kepribadian harus segera dibangun melalui teknologi informasi. Selain itu dengan pemerataan secara jangka pendek akan cepat dilakukan, karena sebuah info saja yang diajukan sebagai trending topic dalam jejaring sosial cepat menyebar ke semua pengguna jejarig sosial.
Sistem jangka pendek sangat efektif dilakukan dengan sistem jejaring sosial, karena pengguna jejaring sosial juga lumayan banyak di Indonesia. Untuk sistem jangka panjang adalah tanggung jawab pengguna jejaring sosial yang telah mendapatkan pendidikan karakter dan kepribadian secara online. Mereka harus memberikan dan meyebarkan pendidikan karakter dan kepribadian ke orang sekitarnya. Sehingga integrasi kedua sistem adalah e-NCC (e-National Character Community), sebagai komunitas dalam jejaring sosial pendidikan karakter dan kepribadian Indonesia.
Komunitas ini akan menjangkau seluruh kalangan pengguna jejeraing sosial, karena sekarang para pemuda, mulai dari kalangan atas sampai bawah, banyak yang memakai jasa jejaring sosial. Komunitas ini akan bisa didukung oleh komunitas pengembangan kepemudaan, seperti yang ada di Universitas Indonesia, yaitu Indonesia Leadership Development Program, dan akan diintegrasikan dengan sebuah Leadership Center, sehingga akan tercipta sebuah komunitas yang lebih kuat secara luar dan dalam. Tujuan akhirnya adalah menjadikan Indonesia lebih berpotensi menuju bangsa yang beradab dan bermartabat.

Sunday, May 13, 2012

Bangsa, Dimaknai Atau Dihargai?

"Karakter membangun Bangsa, atau Bangsa membangun Karakter?"
Sebuah kata yang terngiang dengan saksama dan seringkali menghiasi berbagai konteks-konteks masyarakat. Bangsa, muncul dari berbagai macam perspektif dan kondisi. Menerjang keadaan yang fluktuatif menjadi tak karuan, ataukah menjadikan suatu karakter sebagai asas moralnya. Bangsa, menurut John C. Maxwell, sebanding dengan keadaan negaranya "negara akan sepantasnya bangsanya", menyerukan kepada kita semua sebagai kesatuan dari Indonesia. Indonesia tidak akan berkembang apabila niat untuk maju saja tidak ada. Apalagi ada usaha untuk maju, jadi pertanyaannya bagaimana kita bisa mewujudkan Indonesia yang maju? Sebuah paradigma negara berkembang yang terus disuarakan pemerintah adalah sebuah pembodohan publik. Seharusnya bangsa ini jangan diberi sugesti simbolik sebagai negara berkembang terus menerus, apabila secara pembangunan karakternya masih biasa-biasa saja, atau negara ini sudah bingung dengan racun globalisasi. Masihkah kita terlena dengan nafsu Demokrasi yang dibumbui semangat Reformasi. Sudahkah bangsa ini memaknai dirinya sendiri sebagai kesatuan bangsa Indonesia, ataukah meraka menghargai dirinya sebagai salah satu bagian bangsa Indonesia.
Menimbang berbagai keadaan bangsa ini yang tidak menentu, mentasbihkan diri sebagai bangsa dengan sumber daya besar, namun net importir minyak bumi, membuat sebagian kesatuan bangsa menjadi semakin tidak percaya dengan kehidupan politik. Padahal politik adalah suatu alat untuk membangun kehidupan sosial secara luas dan meyeluruh, dan di bawah sosial itu sendiri, terdapat aspek-aspek pembangunan yang lain, seperti ilmu pengetahuan dan teknologi, sumber daya, dan akan berhubungan dengan individu manusia itu sendiri. Keadilan akan kemanusiaan yang diinginkan oleh bangsa ini adalah sebuah bentrokan moral yang harus segera ditangani. Berbagai isu sosial dan politik yang terus mendera Indonesia, membuat sebagian bangsa kita semakin tidak percaya dengan para pejabat yang katanya berwenang itu.
Kalau alat-alat pemerintah RI yang memegang tampuk kekuasaan pemerintahan, baik pihak atasan maupun sampai bawahan sudah tidak takut lagi kepada hukuman Allah, yakinlah Negara akan rusak dan hancur dengan sendirinya, sebab segala perbuatan jahat, korupsi, penipuan, suapan dan sebagainya yang terang-terang merugikan Negara, dikerjakan dengan aman oleh mereka itu sendiri, rakyat mengerti sebab rakyat yang menjadi korban” (Petikan kata Wondoamiseno, Sekjen PSSI 1950)
Memaknai bangsa ini cenderung dikolaborasikan dengan cara yang instan, tanpa ada langkah jangka panjang yang mampu memberikan suatu solusi mendasar dan menyeluruh bagi bangsa ini. Sedangkan konteks bangsa ini yang cenderung selalu ingin ada bukti terhadap apa yang telah dijanjikan membuktikan bahwa kita sering menjadi korban pembohongan publik. Sudah saatnya bangsa ini sadar untuk tidak terlalu menggantungkan diri kepada orang lain, dan bergerak untuk hidup lebih mandiri. Hidup lebih mandiri berarti didasari pada karakter seluruh komponen negara dan bangsa ini, bukan hanya sebagian saja. Lingkaran setan dari berbagai sudut pandang telah mengurung peradaban bangsa Indonesia dalam mengembangkan dirinya. Sebuah perubahan, entah dengan cepat atau lambat diperlukan, karena transformasi inilah manusia akan dapat mengubah mindset dan selanjutnya langkah nyata menuju arah yang lebih baik.
Saatnya bangsa ini tidak lagi dibawah ambang-ambang dependensi dengan internal factor maupun eksternal factor, namun menjadi bangsa yang mandiri dengan karakter kebangsaannya. Bangsa ini seharusnya yakin akan kemampuan dirinya, dan terus mengembangkan kemampuannya menuju tujuan terbaiknya. Semoga Allah memberikan yang terbaik bagi bangsa ini, karena bangsa ini bukan saja harus dimaknai dan dihargai, tetapi harus mandiri dalam segala aspek untuk kehidupan Indonesia yang lebih baik.

Friday, May 4, 2012

Nasionalisme, Aku atau INDONESIA?


“Kita cinta damai, tetapi kita lebih cinta KEMERDEKAAN.”-Ir. Soekarno

Kalimat yang berasal dari pidato Bung Karno saat peringatan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan INDONESIA tahun 1946, di mana INDONESIA baru satu tahun merdeka,  menggertak bangsa dengan satu kalimat, Merdeka. Kemerdekaan yang bukan semata-mata secara normatif dan fiktif, namun kemerdekaan akan semua aspek kehidupan bangsa ini, bangsa INDONESIA. Tanah air kita yang luas menghampar, dengan ribuan pulau, ratusan juta manusia, dan berbagai jenis sumber daya, laksana zamrud di permukaan bumi. Tetapi mengapa INDONESIA yang katanya “negara berkembang”, masih belum berkembang-kembang juga? Tidak akan jauh dari kata sakral, Nasionalisme.
Hanya satu kata yang simpel, namun bukan sekedar simbol belaka. Bangsa ini seakan kehilangan nasionalismenya setelah “perang” kemerdekaan berakhir. KITA, sebagai bangsa INDONESIA terasa bersemangat untuk menikmati kemerdekaan ini. Dan memang INDONESIA telah merdeka secara de facto dan de jure, tetapi secara aspek kehidupan bangsa, kita masih terjajah. Bahkan karakter bangsa –sebagai esensi dari bangsa, sekarang ini ikut terjajah dan terbuang, hilang entah ke mana. Padahal karakter adalah dasar dari nasionalisme, dan nasionalisme adalah kekuatan besar untuk memajukan bangsa ini.
Berbicara nasionalisme, kata ini bukan sekedar kata normatif yang menghiasi telinga ketika upacara bendera, atau ketika mengikuti suatu program kepemimpinan. Tetapi nasionalisme merupakan suatu paradigma yang harus diresapi sepenuh hati oleh seluruh bangsa INDONESIA, dan tidak hanya diresapi, namun harus diterapkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Seorang manusia INDONESIA, tidak hanya sekedar tahu apa itu makna nasionalisme, tetapi mewujudkan langkah-langkah nasionalisnya sebagai bangsa INDONESIA. Perwujudan yang tidak sekedar janji palsu, tetapi bukti nyata yang bangsa INDONESIA bisa merasakan manfaatnya.
Nasionalisme tidak mengenal tempat, waktu, atau keadaan-keadaan lain, namun nasionalisme harus selalu terimplementasi dalam setiap langkah kehidupan kita. Kita, sebagai bangsa INDONESIA seharusnya malu kepada diri sendiri apabila kita telah puas akan hasil perjuangan para pahlawan dulu –baca kemerdekaan. Kita juga tidak patut hidup dengan bersenang-senang dan hedonis padahal dahulu pahlawan telah berjuang sampai berani mengorbankan nyawanya demi kemerdekaan INDONESIA. Namun kenyataan saat ini sungguh sangat ironis dengan sejarah masa lalu, melayangkan sebuah tamparan besar terhadap era reformasi ini –yang katanya INDONESIA akan semakin maju.
Nasionalisme ditransformasikan dari hal kecil menuju hal yang besar, menuju waktu yang semakin habis ditelan zaman. Bangsa ini yang cenderung hidup berlebih-lebihan atau kekurang-kurangan, mengindikasikan ketidakseimbangan dalam kehidupannya. Sebuah evolusi yang mampu mengubah secara transformatif dan berkesinambungan diperlukan untuk INDONESIA. Melalui sebuah quote, “hidup boleh sederhana, namun pikiran tidak boleh sederhana.”, bangsa ini perlu kontribusi yang nyata, dengan komitmen yang tegas, dan konsisten bagi yang menjalankan –baca, kita semua, sehingga tercapainya suatu keseimbangan , yaitu antara Nasionalisme dan karakter bangsa.
Abad 21 mungkin dianggap sebagai abad globalisasi, saatnya bangsa ini mempertahankan karakternya. Nasionalisme bukan sekedar langkah konkrit pengabdian, namun nasionalisme juga adalah sikap yang harus terbawa sampai mati. Ibarat manusia punya indera, maka indera keenam kita adalah nasionalisme. Akan kita bawa terus dan kita manfaatkan, kita pelihara dengan selalu mengamalkannya dalam kehidupan kita.
“Hilangkan eksistensi, terapkan komitmen, kontribusi, dan konsistensi bagi ibu pertiwi.”

Hafif Dafiqurrohman
Teknik Mesin/Fakultas Teknik UI
Peserta UI Student Development Program 2012

Saturday, April 21, 2012

Manajemen Diri dalam Kepemimpinan


Apa sih Manajemen Diri itu? Atau kenapa harus ada Manajemen Diri? Pentingkah Manajemen Diri itu? Ya, manajemen diri sangat berhubungan dengan manajemen waktu dan kepemimpinan. Tetapi, mengapa yang sekarang digembor-gemborkan oleh mahasiswa tidak jarang dan tidak bukan "hanya" kepemimpinan saja. Apakah menjadi seorang pemimpin itu tidak melewati proses-proses menuju klimaks keseimbangan manusia? Apakah menjadi pemimpin itu bisa se-instan makanan junkfood?
Mendengar kata leadership atau kepemimpinan, rasanya seperti memasukkan sebuah angin ke kuping kanan lalu keluar melalui kuping kanan. Seyogyanya pada zaman modern ini, kata-kata leadership selalu digembor-gemborkan oleh para trainer atau aktivis-aktivis kampus. Namun menurut Dr. Arief Munandar, S.E., M.E., esensi dari leadership tersebut adalah NOL BESAR. Banyak sekali kalimat terucap tanpa langkah konkrit dari leadership itu sendiri, tetapi langkah konkritnya itu di mana dan ke mana? Pada analisis kultur dasar keteknikan modern (program Teknik Sarjana) , kita -di sini penulis sebagai mahasiswa Teknik Mesin, mengedepankan konsep Mengapa daripada konsep Bagaimana, bukan mengedepankan konsep Bagaimana daripada Mengapa seperti orang Politeknik atau Diploma (berdasarkan teorema dari dosen Visualisasi dan Pemodelan Mekanikal penulis, Ir. R. tris budiono M, M.Si.). Namun untuk leadership (sepertinya agak tidak enak juga menyebut kata ini), sesungguhnya menerapkan prinsip Bagaimana, Bagaimana, Bagaimana, baru Mengapa.
Gembar-gembor dari prinsip leadership juga diapresiasikan dalam berbagai bentuk Latihan Kepemimpinan. Tetapi apakah hal tersebut merupakan wujud dari dibutuhkannya leadership di masyarakat luas? Ataukah hanya sekedar ekspresi terhadap keputusasaan dalam mencari sosok pemimpin yang bagus? Menurut Steve Covey, leadership is private victories precede public victories, yaitu kita sebagai seorang pemimpin harus mampu mendahulukan kepentingan publik daripada kepentingan individu. Seorang pemimpin harus mengendalikan egonya sendiri, jangan sampai egonya menjadi pengusanya.
Sebagai manusia yang Tuhan pun sudah memberi tugas kepada kita (Q.S. Al-Baqarah ayat 30), maka manusia harus bertindak sebagai pemimpin, baik dalam lingkup kecil ataupun besar, baik untuk sendiri, maupun orang sekitarnya. Pemimpin untuk sekitar itu, harus membuat lingkungan paham atas kita, paham atas apa yang kita maksudkan. Pemimpin adalah orang yang mampu mengkomunikasikan informasi dengan baik, bukan sekedar banyak bacot namun tidak berisi, tetapi pemimpin mempunyai cara penyampaian informasi yang oriented dan to the point. 
Berbicara mengenai seorang manusia yang ingin jadi pemimpin, seharusnya kita memulai dari dasar prinsip ini "how you think, how yo act, and who you are", renungan dari kata-kata think, act, and you. Landasan alur untuk menjadi manusia beradab dan berguna adalah manusia harus berpikir sebelum melakukan suatu tindakan, karena berpikir sendiri merupakan strategi paling penting untuk merangkul suatu masalaha atau keadaan.
Terakhir yang paling penting adalah 3 prinsip dalam menuju sebuah kepemimpinan.
  1. Orientasi pada manusia
  2. Harus "cerdas"
  3. Harus punya nyali
Sebelum memasuki target kepemimpinan, manusia harus mengerti, dirinya itu untuk apa sih menjadi manusia dan pemimpin. Apakah dirinya hanya ingin menjadi penguasa yang dikenal akan eksistensinya? Atau karena gengsi menjadi seorang pemimpin? Atau hanya sekedar ingin memanfaatkan kepemimpinannya sebagai peluru individu? NO. Manusia itu harus orientasi pada manusia. SOLIDARITY FOREVER manusia itu. Tanpa kesadaran akan kesatuan mereka, maka tidak akan ada interaksi dalam suatu komunitas.
Apa sih makna dari kata "cerdas" itu? Apakah manusia dengan IQ tinggi? Atau manusia dengan IPK 4,00? Ataukah mereka-meraka yang apabila diberi soal, bisa jawab semua soal itu? Makna dari kata cerdas sendiri bukanlah mereka yang tidak hanya sekedar cerdas dari segi akademik, tetapi makna kata cerdas adalah mereka yang mampu meyeimbangkan dua sisi kehidupannya. INDIVIDUAL dan SOSIAL. Cerdas adalah strategi, cerdas adalah manajemen, cerdas adalah prinsip ketekunan. Cerdas adalah mereka yang mampu membagi hidupnya untuk dua keadaan yang seimbang. Percuma memiliki pemimpin yang berat sebelah hidupnya, ibarat dia mempunya 4 buah balok yang dihubungkan secara bujur persegi, namun di putar di salah satu baloknya saja. Apa yang terjadi? Momen inersianya tidak sama antara satu balok dengan balok yang lain, yang menandakan seorang pemimpin tidak bisa menyeimbangkan dirinya.
Pemimpin itu wajib berani. Berani menghadapi resiko, berani menghadapi kehidupan, bahkan berani menghadapi kematian. Silahkan direnungkan sendiri arti nyali bagi diri Anda masing-masing, karena ukuran nyali terbesar adalah mengalahkan ego Anda sendiri.


"Pemimpin itu di bawah, di belakang, dan mendorong, sedangkan yang dipimpin itu di atas, di depan, dan didorong. Karena pemimpin itu mendorong, bukan menarik."

Hafif Dafiqurrohman
Mesin 2011/UISDP 2012

Saturday, April 7, 2012

Intro Sampah

Hidup memang terkadang meyesakkan. Seperti yang sering dialami semua orang -ingat semua orang, karena semua orang itu bukanlah makhluk yang sempurna. Saya sendiri telah dianggap sebagai sampah oleh beberapa orang, dan saya juga mengerti akan kesampahan saya tersebut. Tetapi di lain pihak, apakah kita patut menganggap orang lain sebagai sampah? Apakah perilaku tersebut sangat relevan "ada" dalam hidup manusia. Manusia merupakan mahluk yang bermoral -dalam kaidah yang tepat, tetapi mengapa ada sebagian manusia yang tidak bermoral?
Sebuah realita yang saya dapat akhir-akhir ini, karena dianggap sampah itu sangat menyakitkan. Apalagi dianggap sampah oleh orang yang terasa paling penting dalam hidup kita. Bagaimana tidak menyakitkan, apabila kita dianggap sampah atau dibuang tanpa sebab yang jelas. Tanpa ada komunikasi dua arah yang spesifik. "Mengapa hal ini bisa terjadi?" pasti terngiang-ngiang di pikiran.
Tetapi kita harus bertahan, bertahan untuk menggapai tujuan yang termaktub dalam visi kita. Bukankah sampah juga punya nilai tambah yang harus dimanfaatkan. Seperti kata Prof. Dr. Ing. B.J. Habibie, seharusnya setiap SDM itu punya nilai tambah yang bisa berguna bagi diri sendiri dan khalayak ramai. Tinjauan khusus mengenai nilai tambah adalah sikap konkrit kita dalam memperjuangkan visi kita ke depannya.

"Jadilah sampah yang lebih berkualitas dari pembuangnya"

Dafiqurrohman H

Friday, April 6, 2012

Peningkatan Potensi Energi Dan Sumber Daya Laut dengan Sistem Terintegrasi Untuk Meningkatkan Mutu Masyarakat Daerah Pesisir



Potensi wilayah pesisir dan lautan Indonesia dipandang dari segi fisik, terdiri dari Perairan Nusantara seluas 2.8 juta km2, Laut Teritorial seluas 0.3 juta km2. Perairan Nasional seluas 3,1 juta km2, luas Daratan sekitar 1,9 juta km2, Luas Wilayah Nasional 5,0 juta km2, luas ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) sekitar 3,0 juta km2, panjang garis pantai lebih dari 81.000 km dan jumlah pulau lebih dari 18.000 pulau.
Sumber Daya Laut yang terdapat di seluruh pesisir kepulauan Indonesia telah memberikan berbagai manfaat bagi masyarakat dan Indonesia, terutama bagi masyarakat daerah pesisir. Pemanfaatan Sumber Daya Laut yang dinamis dan relevan akan meningkatkan kualitas berbagai sektor yang menguasai masyarakat daerah pesisir. Sumber Daya Laut meliputi Air dan Biota Laut, di mana Biota Laut adalah tumbuhan dan hewan laut.   
Sumber daya kelautan daerah pesisir yang akan dimanfaatkan dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu (1) sumber daya dapat pulih, (2) sumber daya tidak dapat pulih, dan (3) sumber energi.
1.      Sumber Daya Dapat Pulih
Potensi sumberdaya dapat pulih terdiri dari sumber daya perikanan tangkap, perikanan budidaya, dan bioteknologi kelautan. Dengan luas laut 5,8 juta km2, perairan Indonesia diperkirakan memiliki potensi lestari ikan laut sebesar 6,4 juta ton pertahun. Potensi tersebut terdiri dari ikan pelagis besar 1,65 juta ton, ikan pelagis kecil 3,6 juta ton, ikan demersal 1,36 juta ton, ikan karang 145 ribu ton, udang peneid 94,8 ribu ton, lobster 4,8 ribu ton, dan cumi-cumi 28,25 ribu ton (Dahuri, 2003).
Selain potensi perikanan tangkap, Indonesia memiliki potensi perikanan budidaya yang cukup besar. Berdasarkan hitungan sekitar 5 km dari garis pantai ke arah laut, potensi lahan kegiatan budidaya laut diperkirakan sekitar 24,53 juta ha yang terbentang dari ujung bagian barat Indonesia sampai ke ujung wilayah timur Indonesia. Komoditas-komoditas yang dapat dibudidayakan pada areal tersebut antara lain: ikan kakap, kerapu, tiram, kerang darah, teripang, kerang mutiara, abalone, dan rumput laut. Pada tahun 2000, kegiatan budidaya laut
(marikultur) mencapai produksi sebesar 994,962 ton dengan nilai sebesar Rp 1,36 triliun berdasarkan nilai pada tingkat produsen (Statistik Budidaya Perikanan, 2001).
Bioteknologi kelautan dapat memberikan kontribusi ekonomi yang besar bagi pembangunan bangsa Indonesia. Berbagai bahan bioaktif yang terkandung dalam biota perairan laut seperti Omega-3, hormon, protein dan vitamin memiliki potensi yang sangat besar bagi penyediaan bahan baku industri farmasi dan kosmetik. Diperkirakan lebih dari 35.000 spesies biota laut memiliki potensi sebagai penghasil bahan obat-obatan, sementara yang dimanfaatkan baru 5.000 spesies. Beberapa jenis obat atau vitamin yang diekstrak dari laut misalnya, minyak dari hati ikan sebagai sumber vitamin A dan D, insulin diekstrak dari ikan paus dan tuna, sedangkan obat cacing dapat dihasilkan dari alga merah.
2.      Sumber Daya Tidak Dapat Pulih
Sumberdaya tidak dapat pulih meliputi seluruh mineral dan geologi. Indonesia sebagai negara maritim memiliki kandungan minyak dan gas bumi yang besar, berdasarkan data geologi, diketahui bahwa Indonesia memiliki 60 cekungan potensi yang mengandung minyak dan gas bumi. Dari 60 cekungan tersebut, 40 cekungan terdapat di lepas pantai, 14 cekungan berada di daerah transisi daratan dan lautan (pesisir) dan hanya 6 cekungan yang berada di daratan. Dari 60 cekungan tersebut diperkirakan dapat menghasilkan 84,48 milyar berel minyak, namun baru 9,8milyar barel yang diketahui dengan pasti, sedangkan sisanya sebesar 74,68 milyar barel berupa kekayaan yang belum dimanfaatkan. Meskipun cadangan minyak dan gas bumi Indonesia cukup besar, namun cadangan ini tersebar pada lokasi yang cukup jauh dari pusat konsumen dan jaringan pipa gas.
3.      Energi Kelautan
Energi Kelautan merupakan energi non-konvensional dan termasuk sumberdaya kelautan non hayati yang dapat diperbaharui yang memiliki potensi untuk dikembangkan di kawasan pesisir dan lautan Indonesia. Keberadaan sumberdaya ini dimasa yang akan datang semakin signifikan manakala energi yang bersumber dari BBM (bahan bakar minyak) semakin menipis. Jenis energi kelautan yang berpeluang dikembangkan adalah Ocean Thermal Energy Conversion (OTEC), energi kinetik dari gelombang, pasang surut dan arus, konversi energi dari perbedaan salinitas.
Perairan Indonesia merupakan suatu wilayah perairan yang sangat ideal untuk mengembangkan sumber energi OTEC. Hal ini dimungkinkan karena OTEC didasari pada perbedaan suhu air laut permukaan dengan suhu air pada kedalaman 1 km minimal 20°C. Hal ini terlihat dari banyak laut, teluk serta selat yang cukup dalam di Indonesia memiliki potensi yang sangat besar bagi pengembangan OTEC. Salah satu pilot plant OTEC dikembangkan di pantai utara Pulau Bali.
Sumber energi kelautan lainnya, antara lain energi yang berasal dari perbedaan pasang surut, dan energi yang berasal dari gelombang. Kedua macam energi tersebut juga memiliki potensi yang baik untuk dikembangkan di Indonesia. Kajian terhadap sumber energi ini seperti yang dilakukan oleh BPPT bekerjasama dengan Norwegia di Pantai Baron, D. I Yogyakarta. Hasil dari kegiatan ini merupakan masukan yang penting dan pengalaman yang berguna dalam upaya Indonesia mempersiapkan sumberdaya manusia dalam memanfaatkan energi non konvensional. Sementara itu, potensi pengembangan sumber energi pasang surut di Indonesia paling tidak terdapat di dua lokasi, yaitu Bagan Siapi-Api dan Merauke, karena di kedua lokasi ini kisaran pasang surutnya mencapai 6 meter.
Seluruh potensi sumber daya laut akan dimanfaatkan dengan sistem Prioritas Potensi. Sistem ini diterapkan dengan cara sirkulasi pemanfaatan hasil laut dan energi kelautan. Setiap potensi akan dianalisis oleh badan tertentu, dan akan dipilah-pilah sehingga terkumpul sumber daya yang potensial dan kurang potensial. Sumber daya potensial akan diprioritaskan untuk dimanfaatkan dan selanjutnya digunakan teknologi bioproses untuk pengolahannya. Sedangkan untuk sumber daya potensial akan dilakukan pembenahan yang relevan dan akan meningkatkan kulitas dan kuantitas potensi dari sumber daya tersebut.
Setelah sistem Prioritas Potensi dilakukan, kemudian seluruh hasil akan dimanajemen dengan sistem koordinasi sumber daya laut, di mana setiap kawasn pesisir akan terdapat setiap cabang pengawasan dan koordinasi untuk mengkoordinasi hasil laut. Hasil laut akan terstatistik dengan baik, sehingga sumber daya laut pesisir menjadi berkualitas dan terkendali.
Potensi-potensi besar yang dimiliki oleh laut Indonesia, sepatutnya harus dimanfaatkan dan dikembangkan. Sebagai negara dengan tingkat potensi maritim besar, maka rakyat Indonesia harus mendapatkan keuntungan dari bidang maritim tersebut. Peran serta pemerintah dalam pengembangan kemaritiman harus segera dirubah dengan perubahan mengarah kepada kesejahteraan rakyat.
Masyarakat daerah pesisir yang cenderung berekonomi rendah dapat menikmati perekonomian yang lebih baik apabila potensi kemaritiman dapat dikembangkan dengan baik. Peningkatan potensi maritim, terutama masalah energi dan sumber daya alamnya akan meningkatkan devisa negara Indonesia.

Hafif Dafiqurrohman
Mesin UI 2011


Ahmad dan Fiqur


Realita kehidupan manusia terkadang jauh dari ekspektasi tujuan yang diinginkan. Kesuksesan dalam hidup merupakan tujuan hampir semua orang yang ingin maju, karena manusia itu punya dasar untuk bisa memuaskan dirinya. Hidup juga terkadang di atas kadang juga di bawah, apabila di atas bisa semakin ke atas laiknya akan menggapai awan, apabila di bawah bisa semakin ke bawah laiknya jalan yang selalu dilindasi ban mobil. Ekspektasi kesuksesan besar yang sering ditekankan ke anak oleh orang tua, begitu juga dengan reality story Ahmad dan Fiqur.
Ahmad, realita dunia nyata yang tengah hidup memenuhi kebutuhan keluarga. Fiqur merupakan anak tertua dari Ahmad, yang sedang menempuh pendidikan di jenjang MTs, tepatnya di sebuah MTs Negeri di kabupaten dekat dengan Surabaya. Fiqur yang cenderung pendiam dan tertutup, bersekolah di sebuah MTs Negeri dengan kultur agama yang sangat kental. Padahal SD-nya ditempuh di SD Negeri yang kultur agamanya kurang kental. Mulailah hidup Fiqur berubah menjadi kehidupan bernuansa islami, tetapi dia tetap tidak bisa menghilangkan kesenangannya di bidang eksakta, Matematika. Kehidupan matematika yang sungguh mengasyikkan bagi Fiqur itulah, yang membuat dia menjadi tertutup dengan dunia luar.
Sebagai orang tua dari Fiqur, Ahmad selalu menginginkan Fiqur untuk menjadi yang terbaik di manapun. Padahal orang itu nggak selamanya bisa di atas, kadang juga dia berada di bawah. Seperti kata pepatah, orang itu tidak selamanya sukses, atau orang itu tidak selamanya dalam kegagalan. Pernah suatu ketika Fiqur terlempar dari peringkat di kelas unggulan –karena Fiqur waktu itu berada di kelas unggulan MTs selama 3 tahun, Ahmad seperti menaruh harapan besar, sehingga Fiqur merasa salah besar, seperti hukum fisika yang dinyatakan dengan sebanding atau berbanding lurus. Tetapi setelah keadaan yang merupakan salah satu kegagalan terbesar Fiqur, si anak ini bangkit menjadi orang yang fokus dalam pelajaran. Bukti konkrit Fiqur adalah dia berhasil menjadi peringkat 1 dalam semua Try-Out yang diadakan sekolah dan pihak Dinas Pendidikan Kabupaten. Bahkan pada Try-Out tingkat Kabupaten, Fiqur menjadi yang terbaik se-Kabupaten. Sebuah bukti nyata yang diberikan Fiqur kepada Ahmad.
Tidak etis rasanya kalau cuma membahas Fiqur, sekarang giliran membahas Ahmad. Ahmad merupakan seorang buruh pabrik di sebuah anak perusahaan BUMN di kabupaten tempat Ahmad dan Fiqur hidup. Sebagai buruh pabrik dengan penghasilan pas-pasan, Ahmad harus menghidupi keluarga yang berjumlah 6 orang termasuk Fiqur. Bisa dibayangkan bagaimana cara me-manage keuangan keluarga tersebut. Padahal secara keadaan fisik –maaf, Ahmad tidak memiliki fisik sesempurna orang lain. Sebelum lahirnya Fiqur, Ahmad mengalami musibah sehingga dia harus mengalami cacat permanen pada kaki kirinya. Namun dia tetap bersemangat untuk menghidupi keluarga. Bagaimanapun caranya, meskipun dengan keadaan yang sesulit apapun, ayah, begitu Fiqur memanggil Ahmad, selalu memberikan apa yang dia mampu lakukan. Walaupun dengan keadaan yang tidak sempurna, ayah selalu mengusahakan semua kebutuhan keluarga.
Titik temu antara Ahamad dan Fiqur terjadi dalam berbagai hal yang termasuk pada kategori super krusial. Pada saat Fiqur mau lulus MTs, Ahmad menawari Fiqur untuk melanjutkan ke SMA Negeri terbaik di kabupaten tersebut. Fiqur pun masih mikir-mikir dengan perintah tersebut dikarenakan berbagai kondisi. Selain karena keterbatasan dana, juga karena jarak rumah ke sekolah yang terlalu jauh. Fiqur pun menawarkan untuk ngekos, namun Ahmad dan ibu tidak memperbolehkan untuk ngekos.
Memasuki masa pendaftaran siswa baru SMA tujuan Fiqur, Ahmad selalu mengurus Fiqur, mulai dari berkas-berkas yang dibutuhkan sampai mengantar Fiqur ke tempat pendaftaran. Semua hal tersebut dilakukan oleh Ahmad secara intens, walaupun secara fisik Ahmad berbeda dengan yang lain, tetapi semangat Ahmad untuk mengurus Fiqur sebagai anaknya sangat luar biasa. Sampai pada suatu saat, Ahmad mengalami sakit lumpuh sejenak yang membuat satu keluarga sedih. Fiqur menjadi sangat shock melihat keadaan ayahnya, Ahmad. Bagaimana bisa dia menerima kenyataan bahwa ayahnya akan menjadi lumpuh, padahal yang mengurus segala keperluan hidupnya adalah Ahmad. Namun, tiba-tiba dengan izin Allah, Ahmad pulih seperti sediakala hanya dalam waktu 1 hari. Allah telah melihat perjuangan Ahmad dan Fiqur dalam mengarungi tujuan mereka, dan Allah sepertinya ingin mereka melanjutkan perjuangan itu.
Perjuangan masuk SMA Negeri dilanjutkan, Fiqur mendaftar ditemani Ahmad untuk mengikuti tes di SMA tersebut, kebetulan pada saat itu ada tes TOEFL. Fiqur tidak mengerti sama sekali tentang TOEFL, dia tanya ayahnya juga tidak mengerti, maka dengan modal semangat Fiqur mengerjakan soal tes tulis maupun tes TOEFL. Beberapa hari kemudian pengumuman nilai pun dikeluarkan Dinas Pendidikan setempat, dan Fiqur berada di peringkat yang meyakinkan.Fiqur pun diterima di SMA Negeri favorit di daerahnya tersebut. Namun ada suatu hal yang membuat Fiqur sedih, bagaimana dia bisa membayar semua administrasi di SMA tersebut, padahal keluarganya merupakan keluarga dengan pendapatan pas-pasan. Tetapi Ahmad selalu menenangkan Fiqur, Ahmad terus men-support Fiqur untuk tidak usah menngkhawatirkan masalah biaya.
Tanpa sepengetahuan Fiqur, Ahmad berhutang dan menggadaikan BPKB sepeda motornya. Namun lama-lama Fiqur juga tahu hal itu dan bertepatan juga Fiqur merupakan salah satu nominasi masuk kelas Akselerasi (Percepatan Belajar). Perlu diketahui SPP untuk kelas Akselerasi adalah dua kali lipat SPP kelas reguler. Bisa dibayangkan bagaimana sulitnya mencari uang sebesar itu, padahal yang untuk masuk saja dari hutang. Tetapi sekali lagi Ahmad tetap meyemangati Fiqur untuk ikut program tersebut, namun sayangnya Fiqur tidak lolos pada tes tahap dua. Akhirnya Fiqur masuk program reguler, meskipun Ahmad agak sedikit kecewa. Selama 1 tahun belajar di SMA tersebut, Fiqur hidup terombang-ambing, karena harus hidup di pergaulan kota yang lebih keras, bersaing dengan anak-anak yang cerdas dan pintar. Pada akhir tahun pertama, Fiqur terlempar dari persaingan kelas unggulan dan harus pindah ke kelas biasa. Namun Fiqur tetap bersemangat, karena orang tuanya terus menyemangatinya.
Masuk ke kelas XI, Fiqur mengubah dirinya menjadi orang yang terbuka. Fiqur mengikuti berbagai organisasi SMA seperti OSIS dan Remas. Fiqur juga aktif dalam berbagai acara dengan menjadi panitia. Kehidupan Fiqur yang selama ini Study Oriented menjadi bergeser ke kehidupan yang lebih sosial. Fiqur lebih tertantang untuk membagi waktu antara belajar dan berorganisasi. Pertama-tama mengahadapi keadaan seperti ini Fiqur menjadi kewalahan, namun lama-lama menjadi biasa. Tetapi ada suatu hal yang mengganjal menurut Fiqur, yaitu dia tidak diperbolehkan ibunya untuk mengikuti organisasi. Ibunya ingin Fiqur belajar, belajar, dan belajar. Sekali lagi Ahmad seperti mengerti apa yang ingin dicapai Fiqur. Ahmad selalu menyemangati Fiqur dan menasehati ibu Fiqur agar Fiqur bisa mengikuti organisasi.
Semua keperluan yang diinginkan oleh Fiqur, entah yang berhubungan dengan belajar atau organisasi, disanggupi oleh orang tuanya meski dengan kemampuan seadanya. Dan di tahun ketiga Fiqur mendapatkan berbagai penghargaan yang berelasi dengan belajar dan organisasinya. Sebuah pencapaian yang datang karena kasih sayang ayah dan ibu yang besar. Ahmad yang selalu menyemangati apapun yang Fiqur inginkan dan ibunya yang selalu mendo’akannya. Namun menjelang akhir tahun ketiga, terjadi masalah lagi, di mana pada saat itu ada seleksi mahasiswa baru. Ibunya menghendaki kuliah di dekat-dekat daerahnya saja, sedangkan Fiqur ingin berkuliah di tempat yang jauh. Kebetulan pada saat itu juga Fiqur telah mendapatkan free pass untuk masuk ke perguruan tinggi negeri di dekat daerahnya. Namun untuk ke sekian kalinya Ahmad datang sebagai pahlawan, dan dia menyetujui Fiqur untuk berkuliah di tempat jauh dari daerahnya.
Akhirnya Fiqur diterima di Universitas yang menggunakan nama bangsa sebagai identitasnya. Sebuah pencapaian yang menurut Fiqur sebagai hadiah karena memiliki orang tua seperti itu. Karena hidup bukanlah sendirian, karena manusia hidup membutuhkan bimbingan, karena manusia hidup membutuhkan manusia lain. Begitu juga seperti kisah Ahmad dan Fiqur.
Ayahku adalah malaikat penyemangatku, sedangkan ibu adalah malaikat pelindungku. Ayahku selalu memberikan semangat, meskipun dia sendiri banyak kekurangan. Dia selalu mengusahakan apa yang aku butuhkan, walaupun itu sangat sulit didapat. Semangatnya yang tidak pernah pudar membuatku ingin seperti dia kapanpun dan di manapun. Aku tidak tahu apabila hidup tanpa ayahku, entah bagaimana aku sekarang. Aku mungkin tidak bisa berkuliah dengan beasiswa penuh seperti sekarang di salah satu Universitas terbaik di negara ini.
Ayah menjadi orang yang selalu bersemangat untuk men-support aku dan adikku untuk bersekolah lebih tinggi dan lebih tinggi lagi. Walaupun dia sendiri hanya bersekolah sampai SMP saja, sama seperti ibuku. Dan waktu SMP juga ayahku sudah bekerja, bagaimana dia pada masa remajanya sudah bekerja. Bagaimana semangatnya yang dari kecil tidak pernah pudar sampai sekarang. Aku akan menjadi orang yang terbaik ayah, dan akan aku lanjutkan nasehatmu untuk bersekolah lebih tinggi lagi di luar negeri.

-Hafif Dafiqurrohman Mesin UI’11