Sunday, June 24, 2012

Media Sosial, Kontrol Karakterisasi Pemuda Menuju Indonesia Sempit Nan Luas

Menerawang kedigdayaan masa lampau terus tergerus dalam pena perputaran zaman yang terus bergerak menjauh. Pemuda dengan status sosial beragam, status agama berbeda, ataupun status-status lain yang beragam, memberikan suatu pandangan bahwa pemuda adalah penerus bangsa Indonesia. Sesuai dengan alasan pembentukan negara Indonesia yang senasib dan punya kepribadian luhur, pemuda berbondong-bondong mengejar kemerdekaan Indonesia walaupun pada awalnya bersifat kedaerahan, golongan, ras, maupun agama. Susah payah mencapai tujuan akhir sehingga didapatkan cita-cita awal bersama yang disebut sebagai Proklamasi. Suatu agenda awal yang besar menuju bangsa yang mandiri dan tidak dibelenggu oleh tangan penjajah.Kesuksesan meraih kemerdekaan adalah kenangan masa lampau. Sekelumit paragraf di atas adalah cerita awal memerdekakan Indonesia. Seperti kata Ir. Soekarno, “Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri.” Soekarno menganoligakan mengusir penjajah adalah suatu perjuangan yang bisa dilakukan dengan mudah karena penjajah adalah faktor eksternal, tetapi melawan bangsa sendiri itu sulit karena bangsa adalah faktor internal. Tantangan perubahan bangsa ini menuju bangsa lebih baik sering didengungkan oleh siapapun yang ingin seperti itu di negeri ini.Perubahan besar di era yang disebut dengan reformasi tentunya semakin memperluas peran segala bidang yang memengaruhi kehidupan manusia. Mulai dari kebutuhan pokok sampai dengan kebutuhan non-pokok. Salah satu kebutuhan non-pokok yang akhirnya menjadi kebutuhan pokok adalah peran dari media sosial dalam memengaruhi masyarakat. Jumlah media sosial yang meningkat dibandingkan tahun sebelum Reformasi karena adanya Undang-Undang tentang Kebebasan Pers membuat media sosial dengan sangat cepat merasuki jiwa masyarakat. Menurut data dari Badan Pusat Statistik tahun 2011, jumlah perusahaan media cetak sebanyak 1.008 perusahaan media cetak, jumlah stasiun TV mencapai sekitar 150 televisi, jumlah stasiun radio sekitar 2.000, jumlah perusahaan penerbitan pers yang masuk kategori sehat hanya sekitar 30 persen,  dan jumlah wartawan sekitar 30.000 jurnalis Indonesia.Jumlah media sosial yang diramalkan akan terus meningkat harus diimbangi oleh sosialisasi dan tindakan preventif. Suatu keadaan yang diakui oleh Ketua Komisi Penyiaran Indonesia, Sasa Djuarsa Sendjaja mengatakan, –tentunya merupakan efek negatif media sosial- liberalisasi ekonomi merubah struktur pasar media di Indonesia. Apalagi hambatan masuk ke pasar berkurang. Jumlah pemain media membesar. Persaingan ketat tersebut disikapi dengan merger dan akuisisi. Karena persaingan itu, tayangan cenderung ikut selera pasar yang diukur lewat rating.
Tindakan-tindakan liberal atau sering dikategorikan dalam segitiga sepilis (Sekuler, Pluralis, dan Liberalis) telah merasuki kehidupan media sosial Indonesia. Namun efek terbesarnya bukan masyarakat Indonesia secara umum, tetapi pemuda dan anak-anak kecil yang gampang dimasuki pengaruh-pengaruh media sosial. Realita lapangan menunjukkan tidak semua produk yang dihasilkan media sosial itu negatif, tetapi masih banyak produk yang bersifat kebalikannya. Padahal kontrol kehidupan pada zaman yang sudah mengglobal ini lebih banyak dikendalikan oleh media sosial. Banyak peran media sosial memengaruhi aktivitas pemuda, mulai dari aktivitas biasa seperti cara berpakaian, sampai aktivitas yang tidak biasa seperti gaya hidup gay.Meningkatnya jumlah media sosial yang tidak ditanggapi secara positif dan preventif yang mampu mem-filter esensi dari media sosial yang ada di sekitar. Ibaratnya media sosial itu merupakan wadah yang luas, namun membuat pikiran manusia itu menjadi sempit. Indonesia dengan bangsanya yang plural tentu sangat membutuhkan peran media sosial untuk menyebarkan kebaikan seutuhnya ke seluruh penjuru Indonesia. Bahkan pada zaman awal kemerdekaan pun media sosial menjadi perangkat penting penyebarab info kemerdekaan ke seluruh Indonesia dan dunia Internasional.Esensi media sosial di Indonesia menjadi sebuah paradigma yang sangat berpengaruh pada pembentukan karakter pemuda Indonesia. Secara kontekstual pemuda merupakan transformasi dari masa kecil. Masa kecil anak-anak Indonesia yang sudah dirasuki oleh media sosial merupakan bentuk yang sangat adaptif untuk membentuk karakter. Apabila skema adaptasinya negatif atau tidak sesuai dengan kepribadian bangsa, maka karakter yang terbentuk tidak sesuai dengan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia. Namun juga berlaku sebaliknya dan bahkan ini yang sering. Kontrol media sosial ini yang menjadi sarana pendukung bangsa namun sangat esensial dan penting di era globalisasi –yang sering diasumsikan sebagia era tanpa batas.Nilai-nilai luhur Pancasila adalah dasar penting dalam pembentukan karakter pemuda Indonesia. Pemuda sekarang bukan lagi menjadi penerus bangsa, tetapi menjadi seorang pengubah bangsa ini menuju bangsa yang mempunyai peradaban tinggi. Maka itu diperlukan pemuda-pemuda tangguh yang mempunyai determinasi dan semangat tinggi, bahkan lebih dari semangat pejuang kemerdekaan. Indonesia sebagai negara luas yang mempunyai sumber daya manusia –di sini yang paling utama adalah pemuda- melimpah. Bahkan secara keseluruhan jumlah penduduk Indonesia adalah peringkat empat di dunia. Membentuk karakter manusia Indonesia adalah suatu hal yang tidak mustahil dan sangat bisa direalisasikan.Kepribadian manusia adalah dasar pembentukan karakter manusia. Kepribadian bangsa Indonesia telah menjamin terbentuknya karakter-karakter berasaskan Pancasila. Media sosial yang ada adalah sarana penguatan asas-asas Pancasila dalam pembentukan karakter. Bukan menjadi penghilang asas-asas Pancasila sebagai dasar berbangsa dan bernegara. Pemuda adalah representasi aktif dalam proses pembentukan karakter. Bagaimana bisa negara itu berkembang di masa depan apabila agen masa depannya tidak punya karakter kuat? Ataupun tidak punya karakter yang sesuai dengan Pancasila? Merupakan kejadian bodoh di masa depan apabila pemuda-pemuda yang sekarang dan masa depan tidak berkarakter sesuai kepribadian bangsa.


0 comments: