Friday, May 4, 2012

Nasionalisme, Aku atau INDONESIA?


“Kita cinta damai, tetapi kita lebih cinta KEMERDEKAAN.”-Ir. Soekarno

Kalimat yang berasal dari pidato Bung Karno saat peringatan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan INDONESIA tahun 1946, di mana INDONESIA baru satu tahun merdeka,  menggertak bangsa dengan satu kalimat, Merdeka. Kemerdekaan yang bukan semata-mata secara normatif dan fiktif, namun kemerdekaan akan semua aspek kehidupan bangsa ini, bangsa INDONESIA. Tanah air kita yang luas menghampar, dengan ribuan pulau, ratusan juta manusia, dan berbagai jenis sumber daya, laksana zamrud di permukaan bumi. Tetapi mengapa INDONESIA yang katanya “negara berkembang”, masih belum berkembang-kembang juga? Tidak akan jauh dari kata sakral, Nasionalisme.
Hanya satu kata yang simpel, namun bukan sekedar simbol belaka. Bangsa ini seakan kehilangan nasionalismenya setelah “perang” kemerdekaan berakhir. KITA, sebagai bangsa INDONESIA terasa bersemangat untuk menikmati kemerdekaan ini. Dan memang INDONESIA telah merdeka secara de facto dan de jure, tetapi secara aspek kehidupan bangsa, kita masih terjajah. Bahkan karakter bangsa –sebagai esensi dari bangsa, sekarang ini ikut terjajah dan terbuang, hilang entah ke mana. Padahal karakter adalah dasar dari nasionalisme, dan nasionalisme adalah kekuatan besar untuk memajukan bangsa ini.
Berbicara nasionalisme, kata ini bukan sekedar kata normatif yang menghiasi telinga ketika upacara bendera, atau ketika mengikuti suatu program kepemimpinan. Tetapi nasionalisme merupakan suatu paradigma yang harus diresapi sepenuh hati oleh seluruh bangsa INDONESIA, dan tidak hanya diresapi, namun harus diterapkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Seorang manusia INDONESIA, tidak hanya sekedar tahu apa itu makna nasionalisme, tetapi mewujudkan langkah-langkah nasionalisnya sebagai bangsa INDONESIA. Perwujudan yang tidak sekedar janji palsu, tetapi bukti nyata yang bangsa INDONESIA bisa merasakan manfaatnya.
Nasionalisme tidak mengenal tempat, waktu, atau keadaan-keadaan lain, namun nasionalisme harus selalu terimplementasi dalam setiap langkah kehidupan kita. Kita, sebagai bangsa INDONESIA seharusnya malu kepada diri sendiri apabila kita telah puas akan hasil perjuangan para pahlawan dulu –baca kemerdekaan. Kita juga tidak patut hidup dengan bersenang-senang dan hedonis padahal dahulu pahlawan telah berjuang sampai berani mengorbankan nyawanya demi kemerdekaan INDONESIA. Namun kenyataan saat ini sungguh sangat ironis dengan sejarah masa lalu, melayangkan sebuah tamparan besar terhadap era reformasi ini –yang katanya INDONESIA akan semakin maju.
Nasionalisme ditransformasikan dari hal kecil menuju hal yang besar, menuju waktu yang semakin habis ditelan zaman. Bangsa ini yang cenderung hidup berlebih-lebihan atau kekurang-kurangan, mengindikasikan ketidakseimbangan dalam kehidupannya. Sebuah evolusi yang mampu mengubah secara transformatif dan berkesinambungan diperlukan untuk INDONESIA. Melalui sebuah quote, “hidup boleh sederhana, namun pikiran tidak boleh sederhana.”, bangsa ini perlu kontribusi yang nyata, dengan komitmen yang tegas, dan konsisten bagi yang menjalankan –baca, kita semua, sehingga tercapainya suatu keseimbangan , yaitu antara Nasionalisme dan karakter bangsa.
Abad 21 mungkin dianggap sebagai abad globalisasi, saatnya bangsa ini mempertahankan karakternya. Nasionalisme bukan sekedar langkah konkrit pengabdian, namun nasionalisme juga adalah sikap yang harus terbawa sampai mati. Ibarat manusia punya indera, maka indera keenam kita adalah nasionalisme. Akan kita bawa terus dan kita manfaatkan, kita pelihara dengan selalu mengamalkannya dalam kehidupan kita.
“Hilangkan eksistensi, terapkan komitmen, kontribusi, dan konsistensi bagi ibu pertiwi.”

Hafif Dafiqurrohman
Teknik Mesin/Fakultas Teknik UI
Peserta UI Student Development Program 2012

0 comments: