Friday, April 6, 2012

Ahmad dan Fiqur


Realita kehidupan manusia terkadang jauh dari ekspektasi tujuan yang diinginkan. Kesuksesan dalam hidup merupakan tujuan hampir semua orang yang ingin maju, karena manusia itu punya dasar untuk bisa memuaskan dirinya. Hidup juga terkadang di atas kadang juga di bawah, apabila di atas bisa semakin ke atas laiknya akan menggapai awan, apabila di bawah bisa semakin ke bawah laiknya jalan yang selalu dilindasi ban mobil. Ekspektasi kesuksesan besar yang sering ditekankan ke anak oleh orang tua, begitu juga dengan reality story Ahmad dan Fiqur.
Ahmad, realita dunia nyata yang tengah hidup memenuhi kebutuhan keluarga. Fiqur merupakan anak tertua dari Ahmad, yang sedang menempuh pendidikan di jenjang MTs, tepatnya di sebuah MTs Negeri di kabupaten dekat dengan Surabaya. Fiqur yang cenderung pendiam dan tertutup, bersekolah di sebuah MTs Negeri dengan kultur agama yang sangat kental. Padahal SD-nya ditempuh di SD Negeri yang kultur agamanya kurang kental. Mulailah hidup Fiqur berubah menjadi kehidupan bernuansa islami, tetapi dia tetap tidak bisa menghilangkan kesenangannya di bidang eksakta, Matematika. Kehidupan matematika yang sungguh mengasyikkan bagi Fiqur itulah, yang membuat dia menjadi tertutup dengan dunia luar.
Sebagai orang tua dari Fiqur, Ahmad selalu menginginkan Fiqur untuk menjadi yang terbaik di manapun. Padahal orang itu nggak selamanya bisa di atas, kadang juga dia berada di bawah. Seperti kata pepatah, orang itu tidak selamanya sukses, atau orang itu tidak selamanya dalam kegagalan. Pernah suatu ketika Fiqur terlempar dari peringkat di kelas unggulan –karena Fiqur waktu itu berada di kelas unggulan MTs selama 3 tahun, Ahmad seperti menaruh harapan besar, sehingga Fiqur merasa salah besar, seperti hukum fisika yang dinyatakan dengan sebanding atau berbanding lurus. Tetapi setelah keadaan yang merupakan salah satu kegagalan terbesar Fiqur, si anak ini bangkit menjadi orang yang fokus dalam pelajaran. Bukti konkrit Fiqur adalah dia berhasil menjadi peringkat 1 dalam semua Try-Out yang diadakan sekolah dan pihak Dinas Pendidikan Kabupaten. Bahkan pada Try-Out tingkat Kabupaten, Fiqur menjadi yang terbaik se-Kabupaten. Sebuah bukti nyata yang diberikan Fiqur kepada Ahmad.
Tidak etis rasanya kalau cuma membahas Fiqur, sekarang giliran membahas Ahmad. Ahmad merupakan seorang buruh pabrik di sebuah anak perusahaan BUMN di kabupaten tempat Ahmad dan Fiqur hidup. Sebagai buruh pabrik dengan penghasilan pas-pasan, Ahmad harus menghidupi keluarga yang berjumlah 6 orang termasuk Fiqur. Bisa dibayangkan bagaimana cara me-manage keuangan keluarga tersebut. Padahal secara keadaan fisik –maaf, Ahmad tidak memiliki fisik sesempurna orang lain. Sebelum lahirnya Fiqur, Ahmad mengalami musibah sehingga dia harus mengalami cacat permanen pada kaki kirinya. Namun dia tetap bersemangat untuk menghidupi keluarga. Bagaimanapun caranya, meskipun dengan keadaan yang sesulit apapun, ayah, begitu Fiqur memanggil Ahmad, selalu memberikan apa yang dia mampu lakukan. Walaupun dengan keadaan yang tidak sempurna, ayah selalu mengusahakan semua kebutuhan keluarga.
Titik temu antara Ahamad dan Fiqur terjadi dalam berbagai hal yang termasuk pada kategori super krusial. Pada saat Fiqur mau lulus MTs, Ahmad menawari Fiqur untuk melanjutkan ke SMA Negeri terbaik di kabupaten tersebut. Fiqur pun masih mikir-mikir dengan perintah tersebut dikarenakan berbagai kondisi. Selain karena keterbatasan dana, juga karena jarak rumah ke sekolah yang terlalu jauh. Fiqur pun menawarkan untuk ngekos, namun Ahmad dan ibu tidak memperbolehkan untuk ngekos.
Memasuki masa pendaftaran siswa baru SMA tujuan Fiqur, Ahmad selalu mengurus Fiqur, mulai dari berkas-berkas yang dibutuhkan sampai mengantar Fiqur ke tempat pendaftaran. Semua hal tersebut dilakukan oleh Ahmad secara intens, walaupun secara fisik Ahmad berbeda dengan yang lain, tetapi semangat Ahmad untuk mengurus Fiqur sebagai anaknya sangat luar biasa. Sampai pada suatu saat, Ahmad mengalami sakit lumpuh sejenak yang membuat satu keluarga sedih. Fiqur menjadi sangat shock melihat keadaan ayahnya, Ahmad. Bagaimana bisa dia menerima kenyataan bahwa ayahnya akan menjadi lumpuh, padahal yang mengurus segala keperluan hidupnya adalah Ahmad. Namun, tiba-tiba dengan izin Allah, Ahmad pulih seperti sediakala hanya dalam waktu 1 hari. Allah telah melihat perjuangan Ahmad dan Fiqur dalam mengarungi tujuan mereka, dan Allah sepertinya ingin mereka melanjutkan perjuangan itu.
Perjuangan masuk SMA Negeri dilanjutkan, Fiqur mendaftar ditemani Ahmad untuk mengikuti tes di SMA tersebut, kebetulan pada saat itu ada tes TOEFL. Fiqur tidak mengerti sama sekali tentang TOEFL, dia tanya ayahnya juga tidak mengerti, maka dengan modal semangat Fiqur mengerjakan soal tes tulis maupun tes TOEFL. Beberapa hari kemudian pengumuman nilai pun dikeluarkan Dinas Pendidikan setempat, dan Fiqur berada di peringkat yang meyakinkan.Fiqur pun diterima di SMA Negeri favorit di daerahnya tersebut. Namun ada suatu hal yang membuat Fiqur sedih, bagaimana dia bisa membayar semua administrasi di SMA tersebut, padahal keluarganya merupakan keluarga dengan pendapatan pas-pasan. Tetapi Ahmad selalu menenangkan Fiqur, Ahmad terus men-support Fiqur untuk tidak usah menngkhawatirkan masalah biaya.
Tanpa sepengetahuan Fiqur, Ahmad berhutang dan menggadaikan BPKB sepeda motornya. Namun lama-lama Fiqur juga tahu hal itu dan bertepatan juga Fiqur merupakan salah satu nominasi masuk kelas Akselerasi (Percepatan Belajar). Perlu diketahui SPP untuk kelas Akselerasi adalah dua kali lipat SPP kelas reguler. Bisa dibayangkan bagaimana sulitnya mencari uang sebesar itu, padahal yang untuk masuk saja dari hutang. Tetapi sekali lagi Ahmad tetap meyemangati Fiqur untuk ikut program tersebut, namun sayangnya Fiqur tidak lolos pada tes tahap dua. Akhirnya Fiqur masuk program reguler, meskipun Ahmad agak sedikit kecewa. Selama 1 tahun belajar di SMA tersebut, Fiqur hidup terombang-ambing, karena harus hidup di pergaulan kota yang lebih keras, bersaing dengan anak-anak yang cerdas dan pintar. Pada akhir tahun pertama, Fiqur terlempar dari persaingan kelas unggulan dan harus pindah ke kelas biasa. Namun Fiqur tetap bersemangat, karena orang tuanya terus menyemangatinya.
Masuk ke kelas XI, Fiqur mengubah dirinya menjadi orang yang terbuka. Fiqur mengikuti berbagai organisasi SMA seperti OSIS dan Remas. Fiqur juga aktif dalam berbagai acara dengan menjadi panitia. Kehidupan Fiqur yang selama ini Study Oriented menjadi bergeser ke kehidupan yang lebih sosial. Fiqur lebih tertantang untuk membagi waktu antara belajar dan berorganisasi. Pertama-tama mengahadapi keadaan seperti ini Fiqur menjadi kewalahan, namun lama-lama menjadi biasa. Tetapi ada suatu hal yang mengganjal menurut Fiqur, yaitu dia tidak diperbolehkan ibunya untuk mengikuti organisasi. Ibunya ingin Fiqur belajar, belajar, dan belajar. Sekali lagi Ahmad seperti mengerti apa yang ingin dicapai Fiqur. Ahmad selalu menyemangati Fiqur dan menasehati ibu Fiqur agar Fiqur bisa mengikuti organisasi.
Semua keperluan yang diinginkan oleh Fiqur, entah yang berhubungan dengan belajar atau organisasi, disanggupi oleh orang tuanya meski dengan kemampuan seadanya. Dan di tahun ketiga Fiqur mendapatkan berbagai penghargaan yang berelasi dengan belajar dan organisasinya. Sebuah pencapaian yang datang karena kasih sayang ayah dan ibu yang besar. Ahmad yang selalu menyemangati apapun yang Fiqur inginkan dan ibunya yang selalu mendo’akannya. Namun menjelang akhir tahun ketiga, terjadi masalah lagi, di mana pada saat itu ada seleksi mahasiswa baru. Ibunya menghendaki kuliah di dekat-dekat daerahnya saja, sedangkan Fiqur ingin berkuliah di tempat yang jauh. Kebetulan pada saat itu juga Fiqur telah mendapatkan free pass untuk masuk ke perguruan tinggi negeri di dekat daerahnya. Namun untuk ke sekian kalinya Ahmad datang sebagai pahlawan, dan dia menyetujui Fiqur untuk berkuliah di tempat jauh dari daerahnya.
Akhirnya Fiqur diterima di Universitas yang menggunakan nama bangsa sebagai identitasnya. Sebuah pencapaian yang menurut Fiqur sebagai hadiah karena memiliki orang tua seperti itu. Karena hidup bukanlah sendirian, karena manusia hidup membutuhkan bimbingan, karena manusia hidup membutuhkan manusia lain. Begitu juga seperti kisah Ahmad dan Fiqur.
Ayahku adalah malaikat penyemangatku, sedangkan ibu adalah malaikat pelindungku. Ayahku selalu memberikan semangat, meskipun dia sendiri banyak kekurangan. Dia selalu mengusahakan apa yang aku butuhkan, walaupun itu sangat sulit didapat. Semangatnya yang tidak pernah pudar membuatku ingin seperti dia kapanpun dan di manapun. Aku tidak tahu apabila hidup tanpa ayahku, entah bagaimana aku sekarang. Aku mungkin tidak bisa berkuliah dengan beasiswa penuh seperti sekarang di salah satu Universitas terbaik di negara ini.
Ayah menjadi orang yang selalu bersemangat untuk men-support aku dan adikku untuk bersekolah lebih tinggi dan lebih tinggi lagi. Walaupun dia sendiri hanya bersekolah sampai SMP saja, sama seperti ibuku. Dan waktu SMP juga ayahku sudah bekerja, bagaimana dia pada masa remajanya sudah bekerja. Bagaimana semangatnya yang dari kecil tidak pernah pudar sampai sekarang. Aku akan menjadi orang yang terbaik ayah, dan akan aku lanjutkan nasehatmu untuk bersekolah lebih tinggi lagi di luar negeri.

-Hafif Dafiqurrohman Mesin UI’11

0 comments: